Sekedar sadar

Ini malam minggu, tepatnya sabtu malam, ah ya sama saja sih. Jangan hiraukan. Aku hanya sedang menyusun kalimat bahwa ini kutulis di hari yang kusebutkan tadi. Tepatnya tanggal 4 September 2021. Kutulis sembari rebahan. Habis sholat isya, setelah didahului buang hajat plus menghabiskan dua batang a mild. Iya, persisnya sedang rebahan. Waktu paling enak mengistirahatjan tubuh.

Saat merebah ini kemudian aku sadar, sekedar, iya, sekedar. Rebahan ngaplang-ngaplang, telantang maksudnya, membentangkan kaki selebar bahu lebih sedikit, memandang langit2 kamar, sesekali merubah posisi badan dan anggota tubuh lain menyesuaikan, mencoba mencari posisi ternyaman sebisanya.

Lalu, setelah menemukan nyaman yang dirasa perlu diresapi, maka kuberlama-lama menikmatinya, Mengamatinya, sebisanya. Nah dijeda itulah, aku seperti merasakan, menyadari bahwa semua yang ada di tubuhku bergerak, mengalir selaras dengan sistem yang begitu rapih, konstan, dan teratur. Nikmat betul rasanya saat berhasil mengikuti alirannya, mengamati rasanya, menyadari setiap denyutnya.

Misal seperti Saat memejam. katup mata yang menutup, jika diamati, ternyata bukan gelap yang kudapat. Gelap yang kebanyakan orang katakan saat diminta memejamkan mata. Tapi kali ini, saat kucoba dengan sadar menelusurinya, aku tidak menemukan kegelapan yang dimaksud, bahkan aku tidak menemukan gelap yang seperti apa yang mereka katakan, yang dulu sampai sebelum ini kutulis aku juga ikut latah mengiyakannya. Hahaha … Sekarang, aku mau mengatakan itu bukan gelap. Kukan iya mengatakan Gelap saat memejam dengan kuat, itu, barulah aku menemukan gelap itu, yang mirip dengan hitam. Tapi saat kelopak menutup dengan rileks, bukan gelap yang kitemukan, entahlah, aku tidak menemukan istilah yang tepat untuk menggambarkannya, tapi yang jelas bukan gelap. Semakin mataku berusaha mencari definisinya, mataku auto dipaksa memejam dengan kuat, dan setelah memejam kuat barulah memang warna gelap yang kutemukan. Tapi sekali lagi saat memejam dengan rileks, itu bukan gelap, dan akhirnya aku berhenti mencari, semakin mencari, hanya berujung pada pejaman yang kuat.

Kemudian, kumenyadari, menutupnya mata dengan rileks, yang menutup tanpa dipaksa, dengan sendirinya memejam, sekali lagi tanpa paksaan, karena memang kelopak mata ingin menutup. Rasanya nikmat. Resapi, amati, nikmati, dan, sungguh luar biasa, seperti sedang dibawa ke lorong waktu, sedang berangkat ke rasa yang lain, mengambang di ruang kenyamanan, tubuh dan seluruh sel seperti itba’ tanpa menolak, semua ikut larut dalam sensasi nyaman yang muncul, ini seperti setingkat lebih tinggi dari definisi nyaman itu sendiri. Ya, persisnya adalah fase dimana menuju alam tidur. Ternyata transisi dari sadar ke tidak sadar (tidur) itu jika diresapi nikmatnya sungguh luar biasa.

Begitupun saat terjaga. Ketika ada sendi kita yang menemukan posisi terenaknya, yang saat menuju itu seperti menyuruh anggota tubuh untuk memposisikan pada gaya tertentu. Ya enak juga. coba saja.

Serius. Coba deh, sadari dan resapi, semakin kita rasai alirannya, maka akan kau dapati kenikmatan di tiap alirannya.

Blog at WordPress.com.

Up ↑